Mukomukomangimbau.com – Kepala Dinas Pertanian (Kadistan) Kabupaten Mukomuko, Pitriyani, S.Pt mengklaim sudah melakukan upaya antisipasi penyakit Seticaemia Epizootica (SE) atau yang lebih dikenal penyakit ngorok terhadap ternak sapi dan kerbau di daerah ini.
Pihak Dinas Pertanian menyadari, penyakit ngorok amat berbahaya bagi ternak sapi maupun kerbau. Sehingga harus dilakukan vaksinasi SE terhadap ternak agar dapat bertahan dari penyakit tersebut.
Sayangnya, Menurut keterangan Kadistan, upaya vaksinasi yang dilakukan oleh Bidang Peternakan dan jajaran kurang direspon oleh pemilik ternak di Kecamatan Teramang Jaya.
Baca juga: “Fatwa” BPP Lubuk Pinang, Tanam Padi di Atas 5 Juli Rawan Gagal Panen
Akibatnya, sejak April hingga Mei 2025 ini, penyakit ngorok menyerang hebat di wilayah tersebut. Informasinya, ratusan ekor ternak kerbau mati.
Ketika sudah terjangkit, tambah Pitriyani, vaksinasi tidak lagi efektif alias percuma. Yang dapat dilakukan yaitu pengobatan dengan menyuntikkan obat antibiotik sebanyak 3 sampai 5 kali secara rutin.
Dan, pengobatan jauh lebih sulit dilakukan ketimbang dengan vaksinasi. Apalagi tenaga kesehatan hewan (Nakeswan) di Mukomuko sangat terbatas.
Kepada media ini Pitriyani menceritakan, pada tahun 2025, penyakit SE atau ngorok awal terkonfirmasi di Provinsi Bengkulu terjadi di Bengkulu Selatan.
Tidak mau hal serupa terjadi di Mukomuko, Kadis mengaku langsung berangkat ke Pemprov Bengkulu untuk meminta bantuan vaksin.
“Saya sendiri yang ke Provinsi sekitar bulan Februari atau Maret. Saya menyadari kalau penyakit SE ini berbahaya. Makanya harus dilakukan antisipasi yaitu vaksinasi,” ungkap Kadistan.
Respon Pemprov kala itu sangat positif, kuota 1.200 dosis vaksin SE diberikan semua untuk Kabupaten Mukomuko. Karena waktu itu, Mukomuko belum terkonfirmasi positif penyakit ngorok.
Setelah vaksin didapat, lanjut Pitri, Bidang Peternakan Puskeswan langsung mensosialisasikan vaksinasi melalui pemerintah desa.
Harapannya, pemerintah desa menginformasikan kepada pemilik ternak agar ternaknya dikandangkan dan divaksin SE.
Sayangnya, upaya vaksinasi penyakit ngorok kala itu tidak begitu direspon pemilik dan pemelihara ternak sapi maupun kerbau. Termasuk di wilayah Kecamatan Teramang Jaya.
Kecuali peternak di wilayah Ipuh, rata-rata melakukan vaksinasi SE terhadap ternak mereka.
Sehingga pada akhir April 2025, terjadi kerbau mati di wilayah Teramang Jaya, indikasi terjangkit penyakit ngorok. Dan setelah dilakukan uji laboratorium, hasilnya positif penyakit Seticaemia Epizootica atau ngorok.
Diduga, pasca terkonfirmasi positif, bakteri pasteurella multocida penyebab penyakit ngorok sudah menyebar. Dan, sekarang mewabah menyerang ternak kerbau milik masyarakat.
“Kalau dugaan kami, penyakit ngorok ini dibawa ternak yang didatangkan dari luar. Tapi kalau sebelumnya sudah dilakukan vaksinasi, seharusnya masih bisa terkendali. Seperti di Ipuh, ada gejala, Alhamdulillah ternak masyarakat aman karena sudah divaksin SE,” papar Kadistan.
Yang dapat dilakukan terhadap ternak yang terjangkit penyakit ngorok tinggal pengobatan. Penyuntikan antibiotik 3 sampai 5 berturut-turut.
Kata Kadistan, pihaknya siap membantu pengobatan ternak milik warga di wilayah Termang Jaya, hanya saja ternaknya dikandangkan atau ditempatkan di lokasi terjangkau.
“Sejak penyakit ini menyerang hebat di Teramang Jaya, petugas kami turun. Sudah turun melakukan pengobatan. Tapi kan tenaga kami terbatas. Makanya ternaknya dikandangkan supaya proses pengobatan lebih mudah,” harap Kadis.
“Kalau ada yang minta batuan pengobatan ternaknya, hubungi petugas kami,” imbuhnya.
Jumlah kebau yang mati akibat penyakit ngorok di Teramang Jaya, terdata oleh Dinas Pertanian sekitar 35 ekor. Tapi Kadis yakin jumlah sebenarnya jauh dari itu.
“Kalau data dinas itu kan harus jelas, pemilik dan laporannya. Yang teratas sekarang 35. Tapi kalau informasi lapangan, jumlah kebau yang mati lebih banyak dari itu,” pungkas Kadis.
Rivaldi, warga Teramang Jaya ketika dikonfirmasi mengatakan, awal mula penyakit ngorok menyerang kerbau terjadi di Desa Pernyah. Namun sekarang sudah menyebar ke desa-desa lain.
“Kerbau yang mati sudah 100 ekor lebih. Itu yang dijumpai pemilik karena bangkainya sudah membusuk. Dan mungkin terus bertambah,” kata Rivaldi.
Apapun yang terjadi sebelumnya, Ia meminta Pemkab Mukomuko untuk serius menyikapi persoalan yang tengah dihadapi peternak di Teramang Jaya sekarang ini.
Ia berharap Pemkab Mukomuko, khususnya Dinas Pertanian yang membidangi peternakan bisa menerjunkan petugas lebih banyak untuk mengatasi penyakit yang amat berbahaya ini.
“Kalau dinilai dari jumlah kerbau yang mati, kerugian masyarakat sudah miliaran rupiah,” ujar Rivaldi.
Sejak kasus penyakit ngorok terkonfirmasi positif, hanya beberapa petugas saja yang turun, yakni Kabid Peternakan Dinas Pertanian.
“Wabah penyakit SE atau ngorok ini sadis. Hitungan jam hewan yang terjangkit bisa terkapar,” demikian Rivaldi.










